“Dekat ALLAH Aku Tenang”
Mazmur 62:6-13
Oleh: Pdt. Em. Agus Surjanto
Mazmur 62 mengungkapkan sebuah perasaan yang luar biasa menakjubkan justru ketika Daud sedang dalam keadaan yang penuh dengan pergumulan yang berat. Mazmur ini dapat disejajarkan dengan Mazmur 3 yang juga mengungkapkan perasaan yang mirip. Kemungkinan Mazmur 62 ditulis oleh Daud pada kondisi yang sama dengan Mazmur 3, yaitu ketika dia sedang melarikan diri dikejar oleh Absalom yang memberontak. Pemazmur merasa dirinya sedang menghadapi persoalan yang berat. Dia sedang diserbu oleh musuh yang dahsyat. Dan dirinya dalam keadaan tidak berdaya. Perasaan ini digambarkan oleh pemazmur dengan menyamakan dirinya dengan dinding yang miring dan tembok yang hendak roboh (Mazmur 62:4).
Pemazmur merasa bahwa dia sudah tidak punya apa-apa lagi yang dapat disandari. Semua sumber kekuatan dan sumber pertolongan sudah habis lenyap. Tidak ada lagi sesuatu apapun dalam dirinya yang dapat diandalkan lagi. Situasi ini memang cocok dengan situasi ketika Daud “terpaksa” harus melarikan diri dari Absalom. Padahal Alkitab mencatat bahwa sebelumnya Daud tidak pernah mengalami kekalahan dalam peperangan. Namun menghadapi Absalom dia harus melarikan diri. Kegalauan ini bertambah dahsyat ketika Daud tahu bahwa Ahitofel, penasihat militernya, menyeberang ke Absalom. Padahal sebagian kemenangan Daud juga adalah berkat nasihat Ahitofel. Akan tetapi Daud adalah orang yang istimewa. Imannya kepada Allah tidak pernah gugur, apapun kesulitan yang sedang dialaminya. Dalam kesulitan yang seharusnya bagi orang “biasa” sangat menyulitkan, Daud dapat begitu tenang (Mazmur 62:1). Dia juga dapat tidur dengan nyenyak (Mazmur 3:6). Pengertian tenang di sini bukan hanya sekedar tidak galau atau tidak kuatir, akan tetapi punya pengharapan dan keyakinan bahwa pasti akan muncul pertolongan, entah kapan (Mazmur 62:6). Ada penyerahan total kepada Allah. Dan percaya bahwa apapun yang dibuat Allah pasti baik dan berguna bagi dia. Ketika Daud dekat dengan Allah maka dia tahu bahwa tidak ada permasalahan apapun yang tidak dapat deselesaikan. Dua kali Daud menggambarkan Allah sebagai Gunung Batu dan Kota Benteng (Mazmur 62:3, 7-8). Tidak ada apapun, atau siapapun yang dapat membuat dirinya goyah (Mazmur 62:3, 7).
Akan tetapi Daud tidak hanya mau menikmati perasaan tenang yang luar biasa itu untuk dirinya sendiri. Dia mengajak seluruh pengikutnya untuk juga mengalami perasaan yang sama (Mazmur 62:9). Dia meyakinkan para pengikutnya supaya juga berharap kepada Allah saja dan mencurahkan semua pergumulannya kepada Tuhan. Daud juga mengingatkan pada para pengikutnya untuk tidak bersandar kepada sesuatu yang fana, yang dengan sekejap akan lenyap seperti kedudukan, status sosial, bahkan harta (Mazmur 62:10-13). Itu semua sia-sia dan tidak ada artinya apa-apa (Mazmur 62:10). Berulang kali Daud mendengar dan mengalami bahwa Allah adalah satu-satunya sumber segala kuasa (Mazmur 62:12). Karena itu kalau seseorang bersandar kepada Dia yang adalah sumber segala pertolongan dan kuasa, apa lagi yang harus ditakutkan? Memang kehidupan di dunia tidak pernah akan mulus. Selalu akan ada pergumulan yang bahkan kadang-kadang berat. Bisa saja kita merasa tidak ada lagi yang dapat menolong kita. Semua usaha sudah dikerahkan, semua kemampuan sudah dilakukan dan kelihatannya tetap tidak ada jalan keluar. Namun orang yang dekat Allah tidak pernah akan gelisah dan cemas. Ada sebuah ketenangan yang tidak dapat dimengerti oleh pikiran manusia yang muncul di dalam hati dan tidak pernah dapat diusir oleh kecemasan itu. Situasi boleh tidak berubah, bahkan mungkin kelihatan menjadi lebih buruk. Akan tetapi ketenangan yang dari Allah tetap tidak akan dapat dilenyapkan dalam hati orang percaya.
– AS –