Ringkasan Kotbah

Tema : “Cepat Mendengar, Lambat Berkata-kata
Yakobus 1: 19-27
Oleh: Ev. Yuzo Adhinarta

Salah satu masalah yang dihadapi oleh gereja-gereja dulu dan sekarang adalah banyaknya jemaat yang mengaku Kristen tetapi tidak Kristiani dalam bertutur kata maupun berelasi dengan sesama. Kepada jemaat Tuhan, Yakobus memberi nasihat, “Setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah” (ay. 19). Sekalipun terdengar seperti nasihat moral atau etika, bagi Yakobus ini adalah masalah spiritual. Orang yang “tidak mengekang  lidahnya” adalah orang yang “dicemarkan oleh dunia” (ay. 27), yang berdosa terhadap Allah dengan lidah mereka (3:1-13). Itu sebabnya penyelesaian yang ditawarkan oleh Yakobus adalah penyelesaian dengan prinsip spiritual yang melampaui prinsip moral dan etika manusia.


Bagaimana mengendalikan lidah dan amarah kita? Berbeda dengan cara dunia, Allah menyelesaikan masalah seperti ini dengan prinsip yang konsisten di dalam keseluruhan Alkitab, yaitu: pergerakan dari identitas yang sudah diubahkan Allah dalam anugerah-Nya (being) kepada perilaku (doing); dari siapa diri kita di hadapan Allah kepada perilaku yang berpadanan dengan identitas tersebut. Manusia tidak mungkin hidup (doing) serupa Kristus sebelum dirinya diperbaharui (being). Kamulah anak Allah, maka hiduplah sebagai anak Allah! Bukan sebaliknya. Hanya jika kita beranjak dari titik awal inilah semua perintah di Alkitab menjadi berguna, memberi kita gairah untuk taat, karena ada harapan untuk berhasil. Tidak mudah menjadi putus asa karena Allah sudah beranugerah terlebih dulu dan memberi jaminan kemenangan rohani jika kita mau taat.

Yakobus memberikan 2 langkah penyelesaian masalah:

> Langkah Pertama: Mengingat Identitas Diri (Being). Yakobus sudah jemaat mengenai identitas mereka di ayat 18: “Atas kehendak-Nya sendiri Ia telah menjadikan (melahirkan) kita oleh firman kebenaran.” Anak Tuhan adalah pribadi yang atas kehendak Allah dilahirbarukan oleh Roh Kudus lewat pemberitaan Firman kebenaran. Mereka inilah yang disebut oleh Yakobus sebagai orang-orang yang dikasihinya (ay. 19) dan yang memiliki firman yang sudah “tertanam” di dalam hati (ay. 21).
> Langkah Kedua: Memelihara Kekudusan Secara Aktif (Doing). Ada 2 tindakan yang diperintahkan Yakobus di ayat 21 agar bisa “cepat mendengar dan lambat berkata-kata dan marah? Negatif dan positif. Tindakan pertama (negatif) adalah membuang/menanggalkan “segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu.” Kata “kotoran” (Yun. rhuparia) memiliki akar kata (rhupos) yang, menurut William Barclay, secara medis juga bisa diartikan sebagai kotoran telinga. Tanpa membuang kotoran telinga, seseorang tidak bisa mendengar dengan baik. Penyumbat ini adalah segala sesuatu yang kotor dan jahat di mata Allah, yaitu bagian dari kehidupan lama kita, seperti misalnya: sirik, iri hati, dendam, benci, serakah, tamak, dll. (lih. misalnya Ef. 4:17-32). Kita harus berupaya keras menjauhkan diri dari segala kebiasaan-kebiasaan buruk yang menghalangi kita mendengar, baru kemudian bisa mengisi diri dengan kebenaran. Tindakan kedua (positif) adalah menerima dengan “lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu.”

Apa yang dimaksud dengan “menerima firman”? Yakobus mengartikannya sebagai “mendengar firman”. Apa yang bukan dan apa yang sebenarnya dimaksud dengan “mendengar firman”? Pendengar firman bukan asal mendengar atau tahu, tetapi juga melakukannya dengan sungguh-sungguh (ay. 22-24). Perumpamaan Tuhan Yesus tentang seorang penabur menolong kita mengerti prinsip pendengar-pelaku firman ini. Banyak orang dengan mudah mendapatkan “benih” (firman) setiap kebaktian hari Minggu, tetapi hanya sedikit orang yang “menerima” dan memberi dirinya menjadi media tanam yang baik bagi “benih”/firman untuk leluasa mengambil ruang dan bertumbuh (band. tanah di pinggir jalan, tanah berbatu, dan semak duri). Siapakah penerima firman ini? Bukan hanya pendengar khotbah/seminar, mereka adalah pendengar-pelaku firman, “tanah yang baik”, “orang yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan” (Luk. 8:15), yaitu orang yang “kesukaannya Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam” (Mzm. 1:2). Bagaimana caranya “menerima firman”? (1) Meneliti (look intently) firman, bukan sambil lalu; dan (2) bertekun (abide with) di dalam firman dan firman tinggal di dalam dirinya (ay. 25). Orang yang menerima firman akan melakukan firman dengan sungguh-sungguh dan kasih (Yoh. 14:15, 21, 23-24). Upah bagi mereka yang menerima firman seperti ini adalah sukacita surgawi (ay. 25).

Jika demikian, apakah menjadi orang yang bermulut manis dan sopan saja sudah bisa dianggap beribadah? Tidak. “Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah” haruslah didemonstrasikan oleh kasih kepada Allah dan sesama baik dalam perkataan (mengekang lidah), perbuatan nyata kepada mereka yang susah, dan kewaspadaan diri agar tidak dicemarkan oleh dunia (ay. 27).

Berapa banyak orang yang terluka baik oleh apa yang kita katakan maupun yang tidak kita katakan? Maukah mengoreksi diri dan rela dipakai Allah untuk memulihkan relasi dengan sesama? Ingatlah siapa kita di hadapan Tuhan dan jadilah orang yang “cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah!,” seorang pendengar-pelaku firman!

=YA=

 

Menu Utama

Sedang Online

We have 88 guests and no members online