Ringkasan Kotbah

Tema: “Lebih Berharga Dari Pohon Jarak”
Yunus 4
Oleh: Ev. Yuzo Adhinarta

Tuhan berkata, “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu” (Yes. 55:8-9). Ketika manusia gagal menghayati jalan dan rancangan Allah, konflik tidak terhindarkan. Namun ketika konflik tersebut terjadi dalam diri anak Allah, Allah tidak pernah menyerah dan terus mengatasi kelemahan-kelemahan mereka dengan kasih-Nya. Yunus 4 mengajarkan kedua pelajaran berharga ini dengan lugas.

1. Kasih Allah Melampaui Pikiran Kita
Pertobatan orang-orang di Niniwe “sangat mengesalkan hati Yunus” (ay. 1). Yunus berkata kepada Allah di ay. 2: “Ya TUHAN, bukankah telah kukatakan itu, ketika aku masih di negeriku? Itulah sebabnya, maka aku dahulu melarikan diri ke Tarsis, sebab aku tahu, bahwa Engkaulah Allah yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia serta yang menyesal karena malapetaka yang hendak didatangkan-Nya.”

Perhatikan kata “aku tahu” di sana. Konflik dalam diri Yunus yang membuatnya sulit taat kepada Allah, seperti juga yang orang Kristen pada umumnya alami, bukanlah pada pengetahuan tentang Allah. Yunus tahu siapa Allah. Yunus mampu mengutip kredo orang Israel dengan baik: “Engkaulah Allah yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia serta yang menyesal karena malapetaka yang hendak didatangkan-Nya” (lih. Kel. 34:6-7; Mzm. 86:15; 103:8-12; 145:8; Neh. 9:17b; Yoel 2:13; Mi. 7:8b).

Masalah Yunus bukan terletak pada pengetahuan akan Allah, teologi, atau doktrin, tapi pada ketidaksiapannya mengalami Allah yang melampaui pikirannya. Yunus tidak siap menerima kenyataan bahwa Allah yang Mahakasih tersebut juga mengasihi musuh orang Israel, orang-orang Asyur yang tinggal di Niniwe, orang-orang yang telah menyiksa, menganiaya, dan bahkan membantai orang Israel dengan bengisnya. Yunus tidak keberatan Allah menyatakan kasih-Nya yang tidak terbatas itu terhadap orang Israel, umat-Nya sendiri. Namun Yunus sangat keberatan, “sangat kesal hatinya,” tatkala Allah menyatakan kasih-Nya yang tidak terbatas itu melampaui batasan-batasan pikiran dan kenyamanan Yunus. Bukan Yunus tidak tahu tentang Allah. Yunus tidak siap menghidupi pengetahuannya tentang Allah yang mengusik diri-Nya. Dendam, nasionalisme yang tinggi, dan kenyamanan pribadi telah menghalangi Yunus untuk taat kepada Allah. Apa yang menghalangi Saudara dan saya untuk taat kepada Allah? Batasan-batasan apa yang kita secara sengaja maupun tidak sengaja menghalangi kita taat kepada Allah?

2. Kasih Allah Melampaui Kelemahan-kelemahan Manusia
Apa yang dilakukan Yunus terhadap Allah dalam ketidaktaatannya? Ia melarikan diri ke Tarsis (1:3), memilih mati daripada taat menjalani perintah Allah (1:12; 4:3, 8-9), dan marah berat terhadap Allah (4:1, 4, 9). Yunus bukan tipe hamba Tuhan yang biasa. Ia adalah hamba Tuhan yang tidak taat dan keras kepala. Namun, lihat bagaimana Allah menghadapi Yunus? Allah menurunkan angin ribut ke laut untuk menghalangi Yunus menjauh dari perintah Allah (1:4). Allah mengirim ikan besar menelan Yunus ketika Yunus memilih mati tenggelam di laut (1:17). Allah memerintahkan ikan besar tersebut memuntahkan Yunus ke darat untuk menjawab doa Yunus di perut ikan (2:7, 10). Allah dengan sabar mengulang perintah-Nya kepada Yunus untuk pergi ke Niniwe dan berfirman bagi Allah (3:2). Allah meladeni sikap Yunus yang menyebalkan dan bertanya: “Layakkah engkau marah?” (4:4). Allah menghibur Yunus dengan menumbuhkan pohon jarak (4:6). Allah mengajar Yunus dengan mengirimkan ulat, angin Timur, dan terik matahari (4:7-8). Allah berfirman dan mengajar Yunus sekali lagi (4:9-11). Lihat! Allah melakukan lebih banyak hal untuk melembutkan hati Yunus di saat Yunus melakukan banyak hal untuk melarikan diri dari Allah. Kasih Allah kepada Yunus jauh lebih besar daripada penolakan Yunus, dan bahkan lebih besar daripada kasih Allah kepada Niniwe. Ketika manusia melarikan diri, Allah mencari. Manusia kesal, Allah menghibur. Manusia membahayakan dirinya, Allah menyelamatkan. Manusia keras kepala, Allah mengajar dan mendisiplin. Manusia berdosa, Allah mengampuni dan menyatakan kasih-Nya. Allah tidak pernah menyerah terhadap kelemahan-kelemahan kita. Ia terus memanggil kita semua pulang kembali ke hadapan-Nya, kembali mengerjakan panggilan kita untuk memberitakan Injil-Nya.

Karena begitu besar kasih Allah kepada manusia, Ia mengutus Anak-Nya yang tunggal untuk menyelamatkan mereka. Dan ketika kita, anak-anak-Nya, lebih mengasihi dan menikmati hal-hal yang sementara—seperti kenikmatan duniawi, dosa-dosa, dan kesementaraan—daripada Allah dan sesamanya, Allah tidak pernah tinggal diam (4:10-11). Ia mengampuni dan menggunakan segala macam cara (Firman-Nya, angin ribut, ikan besar, pohon jarak, ulat, matahari, dll.) untuk mengingatkan kita kepada panggilan hidup kita untuk menjadi saksi Injil-Nya.

Tidak diragukan bahwa Saudara dan saya sudah mengalami secara pribadi dan mengetahui Allah dan kasih-Nya. Masalahnya adalah, maukah kita menghidupi kasih Allah dan membagi-bagikan-Nya kepada sesama kita? Apakah dalam diri Anda sebagai anak Allah sejati ada hal lain di dunia ini yang lebih berharga daripada kasih Allah dan mengerjakan kehendak Allah, menjadi saksi bagi-Nya di dunia ini?

YA

Menu Utama

Sedang Online

We have 30 guests and no members online