Ringkasan Kotbah

Tema: “Kehendak Tuhan Laksanakan
Yunus 3:1-10
Oleh: Pdt. Yakub Trihandoko

Kita cenderung kurang menghargai sesuatu yang kita miliki secara melimpah atau yang kita dapatkan dengan mudah. Tatkala sesuatu itu diambil dari hidup kita, kita baru merasakan betapa pentingnya hal tersebut. Demikian pula dengan anugerah Allah. Kebesaran kasih karunia Allah seringkali kita remehkan, karena kita menganggap hal itu sebagai sesuatu yang biasa. Melalui teks hari ini kita akan belajar bahwa anugerah Allah seharusnya menuntun pada perubahan hidup yang memuliakan Allah.



Anugerah Allah untuk hamba-Nya (ayat 1-3a)
Penerjemah LAI:TB secara tepat memisahkan ayat 3a dan 3b, karena ayat 1-3a memang membentuk sebuah inclusio: frase “firman TUHAN/Allah” muncul di awal dan di akhir. Pada pemanggilan Yunus yang kedua ini, ia diperintahkan untuk menyampaikan seruan yang difirmankan Allah (ayat 2b). Kata “Kufirmankan” dalam teks Ibrani bukan merujuk pada masa lampau, tetapi masa kini. Beberapa versi Inggris dengan tepat mengekspresikan aspek kekinian ini (NIV/RSV/ESV). Beberapa bahkan memahaminya secara futuris (NASB). Jadi, Yunus tidak tahu persis apa yang ia harus beritakan.
Jika kita membandingkan pemanggilan Yunus pertama dan kedua, kita akan menemukan sedikit perbedaan. Berita pada panggilan ke-1 diarahkan pada kejahatan penduduk Niniwe (1:2), sedangkan pada panggilan ke-2 difokuskan pada hukuman yang mereka akan alami (3:4). Walaupun berita yang disampaikan semakin tidak menyenangkan telinga, kali ini Yunus tetap pergi sesuai dengan firman TUHAN.

Ketaatan hamba-Nya (ayat 3b-4)
Sama seperti Yunus berada di perut ikan selama 3 hari (1:17), sekarang ia harus masuk ke kota Niniwe yang memakan waktu 3 hari perjalanan (3:3b). Beberapa kali kebesaran kota ini disebutkan (1:2; 3:2). Kali ini ungkapan yang digunakan secara hurufiah berarti “besar bagi Allah” (LAI:TB “mengagumkan besarnya”). Beberapa penafsir memahami frase ini sebagai “penting/besar di mata TUHAN” (NIV?). Kita sebaiknya memahami frase “besar bagi Allah” sebagai ungkapan Ibrani untuk menggambarkan sesuatu yang luar biasa. Kebesaran kota Niniwe tampaknya memang dikaitkan dengan ukurannya yang besar (3:3b “tiga hari perjalanan jauhnya”; 4:11 “120 ribu penduduk dan sangat banyak ternak”).
Pada hari ke-1 Yunus langsung memberitakan berita penghukuman. Pemilihan waktu di hari ke-1 ini mungkin sesuai dengan kebiasaan kuno pada saat seseorang masuk ke kota yang masih asing baginya. Ia harus melewati beberapa perhentian sesuai dengan kebiasaan waktu itu. Pemilihan waktu ini juga mungkin menyiratkan sikap Yunus yang tidak mau lagi membuang waktu.
Berita yang disampaikan Yunus sangat singkat. Dalam peristiwa aslinya berita yang ia sampaikan mungkin jauh lebih panjang, namun inti dari semua pemberitaan itu sudah disarikan di ayat 4: dalam 40 hari kota Niniwe akan ditungganggbalikkan (seperti Sodom dan Gomora di Kej 19).

Pertobatan yang bersumber dari anugerah Allah (ayat 5-9)
Berita yang disampaikan Yunus direspon secara positif. Antara ayat 5 dan ayat 6-9 bahkan terdapat peningkatan respon yang luar biasa. Bagian ini sekaligus menggambarkan karakteristik pertobatan yang bersumber dari anugerah Allah.
1.    Percaya kepada Allah (ayat 5a) dan meminta tolong kepada-Nya (ayat 8). Dalam Alkitab, frase “berseru dengan keras kepada Allah” biasanya diidentikkan dengan memohon pertolongan dari Dia. Tanpa iman dan pengakuan tentang ketidakmampuan kita di hadapan Allah, tidak akan ada pertobatan yang sejati.
2.    Menyesal. Puasa seringkali dianggap sebagai ekspresi penyesalan, apalagi jika dikaitkan dengan dosa. Kalau puasa di ayat 5 hanya dilakukan manusia, di ayat 6-8 diikuti oleh semua manusia dan binatang.
3.    Merendahkan diri. Penggunaan kain kabung berfungsi sebagai tanda kesedihan sekaligus perendahan diri. LAI:TB menerjemahkan ayat 5 dengan “dari dewasa sampai anak-anak” (berdasarkan usia), tetapi semua versi Inggris dengan tepat memilih “dari tertinggi sampai terendah” (berdasarkan posisi/kedudukan). Ini sejalan dengan ayat 6 yang menggambarkan bagaimana raja kota dan semua pembesar juga merendahkan diri. Mereka tidak hanya mengenakan kain kabung; mereka pun duduk di atas abu.
4.    Berbalik dari kejahatan (ayat 8). Tanda pertobatan ini tidak muncul di ayat 5. Berdasarkan respon TUHAN di ayat 10, tanda ini tampaknya menjadi yang terpenting, karena sangat relevan dengan penduduk Niniwe. Mereka bukan hanya “melakukan kekerasaan” (LAI:TB), tetapi “kekerasan ada di tangan mereka” (semua versi Inggris). Tidak heran mereka tidak bisa membedakan tangan kanan dari kiri, karena pada dua-duanya terdapat kekerasan.
5.    Memohon kemurahan TUHAN (ayat 9). Walaupun sikap penduduk Niniwe sudah sedemikian luar biasa, tetapi itu tidak menjamin pengampunan bagi mereka. Dengan rendah hati mereka berujar: “Siapa tahu TUHAN...”. Pengampunan bukan hasil proses yang mekanis, melainkan bersumber dari anugerah Allah.

Respon Allah (ayat 10)
Kata “perbuatan” (LAI:TB) di ayat ini secara hurufiah sebenarnya berbentuk jamak (KJV/NASB/ASV “deeds” atau “works”). Meskipun ada beragam tindakan, tetapi yang difokuskan di ayat 10 hanya berbalik dari kejahatan. Allahpun menyesal dengan hukuman yang Ia sudah rencanakan.
Penyesalan ini bukan berarti Allah tidak tahu apa yang akan terjadi. Yunus pun mengakui bahwa TUHAN yang penuh kasih dan kemurahan pasti akan menyelamatkan penduduk Niniwe yang jahat (4:2). Pertobatan Niniwe dan “penyesalan ilahi” selaras dengan ucapan TUHAN di Yeremia 18:7-8. Allah bukanlah manusia, sehingga Ia menyesal (1 Sam 15:29; bdl. ayat 11, 35b). Ketika Alkitab menuliskan bahwa “Allah menyesal”, maka hal itu adalah gaya bahasa manusiawi untuk menggambarkan perasaan Allah. Penyesalan Allah berbeda dengan penyesalan kita.

Menu Utama

Sedang Online

We have 135 guests and no members online