Tema: “Haus Penghargaan”
1 Samuel 30-31
Oleh: Pdt. Hasan Sutanto
Surat Roma 12:16 - “Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai!”
Sikap saling menghargai memang sangat penting untuk menjalin kerja sama yang baik. Dengan kerja sama yang baik, gereja akan maju dalam berbagai pelayanan dan bertumbuh menjadi jemaat yang lebih dewasa dan kuat.
Namun demikian, nasihat Paulus ini janganlah dibaca hanya sebagai sebuah imbauan moralistis. Paling tidak ada tiga hal yang perlu diperhatikan:
1. Ayat ini perlu dipahami sesuai iman kepercayaan Kristen.
2. Nasihat ini berkaitan erat dengan situasi gereja di Roma. (Baca Roma 2:17-29)
Konteks dekat ayat ini, misalnya, Roma 12:1-2, serta ayat-ayat berikutnya.
Memang tidak mudah bagi kita untuk belajar rendah hati atau menghargai sesama rekan. Karena siapa pun banyak sedikit memiliki kelebihan. Kita sulit menyelami perasaan orang lain. Sebaliknya kita mudah menemukan kekurangan orang lain. Sudah tentu kita tidak dapat mengubah diri kita. Kita sangat membutuhkan pertolongan, pengubahan dan bimbingan yang diberikan Allah.
“Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; …”
Kita sering dengar kritikan tentang sikap kurang sehati dan yang sejenisnya.
Apakah mungkin kita sehati dan sepikir dengan orang lain dalam segala hal?
Atau apakah kita boleh memaksa orang lain sependapat dengan kita? Sudah tentu tidak.
Apa yang dimaksudkan dengan “mempunyai pikiran yang sama”?
Surat Filipi 2:5 – “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, …”
Kita sulit sependapat atau sepaham dalam segala hal. Tetapi karena kita percaya kepada Allah yang sama dan diselamatkan oleh Juru Selamat yang sama, kita harus belajar mengikuti pikiran dan menyelami perasaan Tuhan kita.
Teladan yang diberikan Tuhan Yesus, khususnya di Surat Filipi 2: 6-8, adalah rendah hati, ketaatan dan pengorbanan.
“… janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana. …”
Janganlah memikirkan hal-hal yang (terlalu) tinggi, tetapi bergaullah dengan orang-orang yang statusnya rendah.
Janganlah memikirkan hal-hal yang (terlalu) tinggi, tetapi sesuaikanlah kepada hal-hal yang sederhana.
Baik terjemahan pertama maupun kedua sama-sama menyampaikan nasihat Paulus yang menghendaki pembacanya menjadi orang yang rendah hati. Kita sering hanya mau bergaul dengan mereka yang berkedudukan tinggi; atau tidak jarang kita hanya ingin melakukan pelayanan yang dianggap penting.
Apakah sikap seperti ini membuat kita maju?
Apakah ini bermanfaat bagi kehidupan bersama di dalam Jemaat?
Apakah ini menunjukkan sikap saling menghargai dalam tubuh Yesus Kristus?
Sudah tentu kita harus bersedia bergaul dengan mereka yang berpendidikan tinggi. Sudah tentu kita juga harus rela menerima tugas yang berat. Yang harus dipertanyakan adalah apa motivasi kita?
Jika tidak hati-hati, sikap demikian justru akan merugikan diri kita dan gereja.
“… Janganlah menganggap dirimu pandai!”
Janganlah menjadi bijaksana dengan mengandalkan dirimu sendiri.
Kita sering kali menganggap diri kita pintar. Itu sebabnya kita juga suka memilih cara dan jalan “pintar” dengan mengandalkan diri kita sendiri. Kita mengira itu cara dan jalan yang mudah dan cepat.
Padahal kita lupa bahwa kita ini adalah pengikut Tuhan Yesus yang seharusnya berjalan di belakangNya, dan mengikuti ajaranNya.
Selain itu, kita hidup dan melayani sebagai anggota tubuh Yesus Kristus. Kita saling membutuhkan. Kita harus saling menghargai, bahkan berupaya belajar sesuatu dari saudara seiman yang lain.
Kehadiran saudara seiman dalam kehidupan kita pasti ada maksud baik Tuhan.
Sebuah keluarga bahagia, jika anggota keluarga itu saling menghargai.
Sebuah gereja pasti terus maju, jika anggotanya saling menghargai.
Sikap menghargai orang lain berasal dari kasih. Orang yang tahu menghargai orang lain, pasti dikasihi.
- HS -