Ringkasan Kotbah

Tema: Menjadi Sahabat Dalam Kebenaran
1 Samuel 20:1-43
Oleh: Pdt. Em. Anni P. Saleh

PENGANTAR
Apabila kita memperhatikan hubungan-hubungan antar orang di dalam Alkitab, maka kita akan menemukan bahwa persahabatan bukanlah sekedar tentang kecocokan-kecocokan yang dimiliki oleh orang-orang, sehingga tersedia hal yang memudahkan untuk menjalin persahabatan. Bukan juga tentang emosi yang emosional, tetapi emosi yang saleh, yang menerima dan memberi dukungan.

Landasan utama dari persahabatan seperti itu adalah iman kepada Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus. Iman yang membaharui dan menghasilkan perilaku yang membangun diri sendiri dan orang lain.

Kualitas persahabatan seperti itu tentu bukan sesuatu yang otomatis dapat diwujudkan, karena orang percaya pun berproses dalam perubahan demi perubahan, menjadi pribadi seperti yang Tuhan kehendaki.

Hal yang patut kita syukuri adalah, Alkitab menuliskan perjalanan persahabatan yang memberikan contoh konkrit bagaimana menjadi sahabat yang menerima dan memberi dukungan, menjadi sahabat dalam kebenaran. Dan contoh itu kita dapatkan dalam persahabatan Yonatan dan Daud.

PEMBAHASAN
Persahabatan itu dimulai setelah Daud menang dalam perkelahian melawan Goliat, seorang pendekar perang bangsa Filistin yang turun ke medan laga dengan perlengkapan yang bukan hanya melindungi diri, tetapi juga untuk mengalahkan musuh.
Apakah Yonatan menjadikan Daud sebagai sahabatnya karena kehebatannya itu?.
Mungkin saja, karena salah satu alasan seseorang menyambut orang lain menjadi sahabat di dalam hidupnya adalah karena kekaguman akan kualitas tertentu yang dimiliki orang itu.

Tetapi 1 Samuel 18:3 menuliskan, Yonatan mengasihi Daud seperti dirinya sendiri. Dengan demikian, kalau pun ada kekaguman, itu adalah kekaguman yang saleh, karena Yonatan menyaksikan iman Daud kepada Allah yang berkuasa menolongnya. Daud yang belum pernah berperang dapat mengalahkan seorang pendekar perang. Kekaguman ini bukan berarti Yonatan baru tahu tentang kuasa Allah, karena Yonatan adalah anak raja Saul yang mengenal medan perang. Ia juga seorang yang mempercayai Allah. 1 Samuel 14 mencatat pernyataan Yonatan saat menghadapi bangsa Filistin: “... bagi TUHAN tidak sukar untuk menolong, baik dengan banyak orang, maupun dengan sedikit orang” (ayat 6b).

Kasih Yonatan kepada Daud seperti ia mengasihi dirinya sendiri, nampak dalam penerimaannya terhadap Daud. Mereka berdua berasal dari kalangan yang berbeda. Daud tak lebih dari seorang gembala, anak Isai, orang Betlehem yang berasal dari kalangan biasa. Tetapi Yonatan dari kalangan berada yang terhormat, karena dia adalah anak raja Saul. Selain itu, Yonatan mendukung Daud dengan cara menanggalkan jubah dan perlengkapan perang yang dipakainya dan memberikannya kepada Daud. Melalui dukungan Yonatan, Daud memperoleh penguatan dalam memenuhi pilihan Allah, menjadi raja Israel menggantikan Saul, ayah Yonatan. Dengan demikian, kita melihat dua aspek penting dalam persahabatan, yaitu penerimaan dan dukungan.

Apa yang dilakukan Yonatan terhadap Daud menunjukkan bahwa dia menjadi sahabat dalam kebenaran bagi Daud. Tetapi apakah persahabatan itu selalu dijalani Yonatan dan Daud dalam kebenaran?

1 Samuel 20:1-10 mencatat hal yang sangat menarik tentang bagaimana Daud memaknai persahabatannya dengan Yonatan. Ayat-ayat itu menunjukkan sosok Daud yang sangat berbeda dengan saat ia berhadapan dengan Goliat. Jika semula Daud menghadapi masalah dengan bergantung kepada Allah, kini ia menghadapi masalah dengan bergantung kepada Yonatan. Walaupun Daud masih menyebut nama TUHAN yang hidup, Tuhan yang menolongnya saat ia menghadapi Goliat, ia mendesak Yonatan untuk melindunginya. Bayangkan, dalam 1 Samuel 20:3 ia berkata kepada Yonatan tentang perasaan terancam yang dirasakannya oleh karena Saul: “Hanya satu langkah jaraknya antara aku dan maut”.

Mengapa Daud tidak bergantung kepada Allah seperti ketika ia menghadapi Goliat? Tidak banyak hal yang dikisahkan tentang Daud dan keluarganya. Tetapi 1 Samuel 17:28 menuliskan seperti ini: “Ketika Eliab, kakaknya yang tertua, mendengar perkataan Daud kepada orang-orang itu, bangkitlah amarah Eliab kepada Daud sambil berkata: “Mengapa engkau datang? Dan pada siapakah kau tinggalkan kambing domba yang dua tiga ekor itu di padang gurun? Aku kenal sifat pemberanimu dan kejahatan hatimu: engkau datang kemari dengan maksud melihat pertempuran”.

Eliab menghina Daud, adiknya. Eliab memandang rendah pekerjaan Daud sebagai gembala kambing domba. Eliab membuat Daud merasa ditolak dan kehilangan harga diri.

Kita tidak mendapat informasi bagaimana kebiasaan dalam keluarga Daud, tetapi sikap dan perkataan Eliab telah membuat Daud menjadi seorang yang acuh. Ia menjawab kemarahan kakaknya hanya dalam kalimat pendek, lalu mengalihkan perhatiannya kepada orang lain. Daud hidup dalam penolakan dan harga diri yang rendah.

Ketika Daud berjumpa dengan Yonatan yang menerima dan mendukungnya dengan kasih yang luar biasa, Daud mendapatkan apa yang sesungguhnya menjadi kebutuhan di dalam batinnya. Ia butuh diterima, ia butuh dihargai. Tetapi Daud memaknainya hal itu dengan cara yang salah. Daud menjadi berubah dalam kebergantungan kepada Allah. Daud masih menyebut nama Allah, tetapi sekarang ia menggantungkan hidupnya kepada Yonatan; seorang yang kini dan di sini menerima dan mengasihinya. Apa yang dilakukan Daud mengajari kita tentang kekeliruan-kekeliruan yang bisa muncul dalam persahabatan, di antaranya dipicu oleh kondisi emosi yang buruk sebagai akibat dari masa lalu yang tidak menyenangkan.

Masalah menjadi rumit, ketika Yonatan menjadi terintimidasi oleh keluhan Daud yang hidupnya terancam maut karena akan dibunuh oleh Saul, ayahnya. Akibatnya, seperti Daud tidak lagi fokus kepada Allah saat ada masalah, Yonatan pun bersikap yang sama. 1 Samuel 20:4 mencatat pernyataan Yonatan kepada Daud: “Apapun kehendak hatimu, aku akan melakukannya bagimu”. Yonatan berjanji membela Daud dalam posisi strategisnya sebagai anak raja Saul tanpa melibatkan Allah. Akibat yang paling fatal adalah, Yonatan berkonflik dengan Saul, ayahnya.

Menjadi sahabat dalam kebenaran bukanlah hal yang mudah, karena ketika kita membiarkan emosi-emosi yang tidak saleh menguasai kita, maka kita berpotensi menyeret sahabat ke dalam sikap dan tindakan yang tidak benar. Tetapi 1 Samuel 20:11-43 memberi solusi bagaimana menjadi sahabat dalam kebenaran, yang tetap menempatkan Allah dalam setiap pengambilan keputusan.

Yonatan tahu Daud butuh kepastian dalam menyelesaikan masalahnya. Yonatan mengupayakan hal itu. Tetapi Yonatan tidak mencari solusi dengan caranya sendiri, ia kembali menempatkan Tuhan sebagai yang berkuasa menyelesaikan masalah. Kata-kata Yonatan dalam ayat 12 Yonatan memberitahukan Daud apa yang akan dilakukannya demi nama TUHAN. Yonatan membawa Daud untuk kembali melihat masalah bersama Allah. Allah adalah Allah yang Maha Beserta yang berkuasa menolongnya dalam keadaan yang paling sulit sekalipun.

Ketika Daud akhirnya benar-benar harus pergi dan berpisah dari Yonatan, ayat 41 mencatat sikap Daud yang sujud menyembah di hadapan Yonatan dan bagaimana ia menangis sejadi-jadinya. Mengapa? Daud menemukan sosok kakak yang benar di dalam hidupnya. Yang memberi dukungan yang mendorongnya untuk terus mengingat bahwa Allah lebih besar dari masalah apapun di dalam hidupnya.

Setelah perpisahan itu, Yonatan pulang ke kotanya. Kepada ayahnya yang sedang sangat buruk emosinya, karena kebenciannya terhadap Daud dan yang juga marah kepadanya. Yonatan bersahabat dengan Daud, tetapi ia tidak menolak ayahnya, walau ayahnya juga melakukan kesalahan-kesalahan. Untuk menjadi sahabat yang benar, Yonatan tidak mengorbankan seorangpun.

Yonatan pernah melakukan kesalahan dalam menjalani persahabatan di dalam kebenaran, tetapi ketika ia kembali kepada Allah, ia adalah seorang yang menjadi dukungan bagi orang-orang di sekitar kehidupannya.

Jika kita membaca pasal-pasal selanjutnya dari 1 Samuel 20 dan 2 Samuel, kita kembali menemukan penerimaan dan dukungan Yonatan kepada Daud Ada sangat banyak hal yang dilakukan Yonatan kepada Daud. Hal ini menolong kita memahami bahwa persahabatan bukan tentang take and give, tetapi tentang apa yang Allah percayakan dalam hidup kita untuk memberi dukungan kepada sesama.

Ketika pada suatu hari Yonatan mati, Daud meratapinya, mengakui bahwa Yonatan adalah seorang yang menjadi figur kakak yang membuatnya menjadi pribadi yang berubah. Ia tidak lagi acuh tak acuh dan suka mengintimidasi orang lain. Ia menunjukkannya dengan menerima dan memberi dukungan kepada Mefiboset, anak Yonatan yang cacat.

Prinsip persahabatan adalah menerima dan memberi dukungan. Tuhan kiranya menolong kita untuk menjadi pribadi dan persekutuan orang percaya yang memberi dukungan kepada sesama di tengah masa yang sukar saat ini.

=APS=

Menu Utama

Sedang Online

We have 215 guests and no members online