Tema: “Membuka Hati Menerima Firman”
Matius 13:1-13; 16-23
Oleh: Pdt. Yudhi Kristanto
Mengapa Memakai Perumpamaan (dan Allegori)?
Tuhan Yesus memakai perumpamaan yaitu supaya pengajaran-pengajaranNya lebih mudah dimengerti oleh umat pendengarNya. Sama seperti Salomo di masa lalu mengarang amsal-amsal yang berfungsi/dimaksudkan untuk mempermudah umat Israel untuk mengerti hukum-hukum Tuhan. Jadi perumpamaan-perumpamaan dipakai Tuhan Yesus biasanya untuk menerangkan/menjelaskan tentang hal Kerajaan Sorga (yang memang tidak mudah dimengerti sehingga Tuhan Yesus membuat perbandingan yang biasa dilihat dalam keseharian umat Israel sehingga bisa lebih mudah memahami pengajaranNya). Demikian juga perumpamaan tentang Penabur. Penabur yang menaburkan benih (gandum) adalah realita yang biasa dilihat oleh Umat Israel dalam keseharian mereka.
Kristuslah Sang Penabur Benih:
Sang Penabur adalah Tuhan Yesus sendiri yang menggambarkan “pekerjaan” Tuhan Yesus ke dunia adalah menaburkan Firman Tuhan yaitu Dirinya sendiri karena Dialah Sang Firman yang menjadi manusia. Pekerjaan Tuhan Yesus tidak sia-sia. Memang ada sebagian dari benih yang ditabur mengalami kegagalan untuk bertumbuh dan berbuah (menggambarkan orang-orang Yahudi, terutama para pemuka agama menolaknya), tetapi terbukti bagaimana sekarang kekristenan dan gereja sudah berkembang di seluruh dunia.
Perumpamaan Bermakna Allegori yang Mengingatkan Tanggung Jawab umat untuk Menerima dan Memberlakukan Firman Tuhan
Ternyata sejak jaman Tuhan Yesus ada paling tidak empat cara orang menerima pemberitaan Firman Tuhan dan meresponsnya/mempertanggungjawabkannya, yaitu:
1. Cara yang pertama seperti benih yang jatuh di tanah yang keras. Orang menerima Firman Tuhan tetapi tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang penting dan berharga serta tidak menganggapnya sebagai prioritas yang utama dalam hidupnya, sehingga ia tidak menyimpannya dalam hati dan pikirannya sehingga akan mudah melupakannya (si jahat iblis akan mudah merampas firman itu dari hati dan pikirannya). Hati yang tidak mau merespon, tidak sensitif, keras dan menolak dengan gigih untuk mendengar pesan/Firman Tuhan yang disampaikan kepadanya.
2. Ada juga orang percaya yang menyerupai benih yang jatuh di tanah berbatu. Ia memang menerima Firman Tuhan dengan antusias, tetapi firman Tuhan itu tidak berakar mendalam di hati dan pikirannya, dangkal saja, sehingga ketika menghadapi tekanan, ancaman, bahkan aniaya maka rasionya yang ia pakai sehingga lebih memilih untuk mengamankan diri dan menyangkal imannya. Tidak siap untuk menyangkal diri dan memikul salib demi Kristus.
3. Tanah yang bersemak duri adalah tanah yang “kotor” yang secara serius bisa menyebabkan pertumbuhan benih Firman Tuhan tidak sebagaimana yang diharapkan. Tanah ini adalah gambaran dari hati yang dipenuhi dengan kecemasan/kekuatiran, hati yang lebih menghargai hal-hal duniawi daripada firman Tuhan. Hati yang lebih takut menjadi miskin dan kehilangan kekayaannya daripada takut akan Tuhan.
4. Bersyukur bahwa masih ada orang-orang yang bagaikan tanah yang baik tempat benih bertumbuh yang mendengarkan Firman Yesus dan sungguh-sungguh berusaha mengerti, menyimpan dengan baik dan memberlakukannya dengan setia sebagai pedoman hidupnya. Mereka inilah yang bisa menghasilkan buah 100x lipat, 60x lipat, dan 30x lipat. Buah yang berupa perubahan budi/pembaharuan hidup, pertumbuhan iman, kasih, sukacita, damai sejahtera, dan tahan menderita.
Jadi kalau saat ini, hati kita masih seperti jalan yang keras, atau tanah berbatu, atau tanah bersemak duri, mari datanglah pada Tuhan dan memohon supaya Ia “menggemburkan/melunakkan” nya sehingga bisa menjadi tanah yang baik dan siap (terbuka) untuk ditaburi FirmanNya, supaya hidup kita bisa menghasilkan buah-buah yang terbaik bagi Tuhan Yesus dan gerejaNya.
AMIN
=YK=