Ringkasan Kotbah

Tema: “Membuang Yang Lama
Efesus 4:25-32
Oleh: Pdt. Em. Agus Surjanto

Kitab Efesus dapat dibagi menjadi 2 bagian besar. Yang pertama, pasal 1-3 membicarakan tentang tugas dan panggilan gereja secara doktrinal. Yang kedua, pasal 4-6 menceritakan tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh gereja secara praktis. Yang dimaksud dengan gereja bukanlah gedung atau organisasi tetapi adalah umat Allah, orang percaya. Pasal 4 dapat dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu ayat 1-16 mengajarkan gereja yang harus bersatu sebagai satu tubuh dan ayat 17-32 mengajarkan tentang gereja yang harus hidup dalam kekudusan. Untuk itu, gereja (orang percaya) harus membuang yang lama. Maka Paulus mengingatkan kepada umat Allah akan gambaran manusia lama mereka dahulu (ayat 17-19).
Dalam ayat 17-18, Paulus menegaskan bahwa mereka dahulu adalah orang berdosa, artinya natur mereka adalah orang berdosa yang tidak mampu mengenal Allah dan karena itu, hidup dalam kegelapan tanpa sadar. Tidak punya persekutuan dengan Allah yang adalah sumber hidup. Ini semua adalah karena hati mereka keras. Hati yang keras ini adalah natur orang berdosa. Natur inilah yang membuat mereka selalu melakukan dosa (ayat 19) yang digambarkan oleh Paulus sebagai orang yang perasaannya tumpul, maksudnya tumpul terhadap dosa, menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan dengan serakah mengerjakan dengan tamak segala macam kecemaran. Orang berdosa pasti suka melakukan dosa, orang pemarah pasti suka marah. Semua itu berpusat kepada hati, karena dari hatilah maka orang melakukan segala perbuatannya. Tuhan Yesus dengan tegas mengatakan (Matius 15:17-20) bahwa yang berasal dari hati itulah yang menajiskan, yang mengotorkan, yang berdosa.

Sebab itu, supaya perbuatan seseorang diperbaharui dan mampu meninggalkan dan membuang yang lama, maka yang harus diperbaharui adalah hatinya atau naturnya. Pembaharuan itu dinyatakan oleh Paulus dengan mengatakan bahwa sekarang kamu bukan demikian. Memang dahulu kamu seperti itu, tetapi sekarang bukan karena kamu sudah diperbaharui, mereka sudah mengenal Kristus, mendengar dan menerima pengajaran Kristus. Karena itu mereka sudah meninggalkan manusia lama mereka, diperbaharui roh dan pikirannya. Menjadi manusia baru dan ciptaan baru dalam kebenaran dan kekudusan (ayat 20-24). Berarti natur mereka diperbaharui. Dan natur yang diperbaharui inilah yang mampu melakukan perbuatan yang benar dan kudus.

Tetapi pembaharuan itu punya tanda yang luar biasa, yaitu bukan sekedar tidak berbuat yang jahat atau tidak suka berbuat dosa. Dalam ayat 25-32 dikatakan bahwa mereka bukan saja harus membuang yang lama, yang jahat, akan tetapi melakukan yang baru, yang baik, yang berkenan kepada Allah. Membuang dusta harus diikuti dengan berkata yang benar. Marah bukan hanya tidak berbuat dosa, akan tetapi harus menguasai amarah itu sedemikian rupa dan tidak dikuasai oleh amarah itu berlarut-larut. Ungkapan Paulus yang dikutip dari Mazmur 5:24 mengingatkan orang yang marah supaya tidak menyimpan amarahnya sampai esok hari. Aristoteles mengatakan: “, “Anybody can become angry—that is easy; but to be angry with the right person, to the right degree, at the right time, for the right purpose, and in the right way—that is not easy.” Semua orang dapat menjadi marah—itu mudah; tetapi marah kepada orang yang tepat, pada tingkatan yang tepat, pada waktu yang tepat, dengan maksud yang tepat, dan dengan cara yang tepat—itu tidak mudah. Yang dulunya suka mencuri bukan hanya sekarang tidak mencuri lagi, tetapi mau melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan. Inilah tanda orang yang sungguh-sungguh sudah diperbaharui naturnya. Begitu hati ini diubahkan menjadi benar dan kudus, maka otomatis yang keluar juga akan benar dan kudus. Dan orang yang serumahlah yang mampu melihat perubahan itu dengan jelas.

Suami pemarah yang belum diubahkan hatinya mudah sekali berkata, bahwa memang dia sudah begitu dari “sononya,” istri dan anak-anak ya harus terima dia apa adanya. Kelihatannya ini manusiawi sekali, tetapi ini menunjukkan bahwa hati itu memang belum berubah. Bukankah aspek dari buah Roh Kudus adalah kesabaran dan kelemahlembutan (Galatia 5:22-23)? Orang yang sudah diubahkan hatinya seharusnya tidak mendukakan Roh Kudus Allah (ayat 30) dan buah Roh Kudus seharusnya terlihat di dalam perubahan hidupnya. Kalau tidak ada buah Roh Kudus, bukankah itu menunjukkan tidak adanya Roh Kudus dalam hidupnya? Karena itu, mari kita mengevaluasi diri kita masing-masing dan berani melibatkan orang-orang serumah kita untuk ikut menilai kita, apakah natur kita sudah benar-benar diubahkan atau belum? Adakah perubahan yang dapat dilihat oleh anggota keluarga kita yang lain?

- AS -

Menu Utama

Sedang Online

We have 421 guests and no members online