Ringkasan Kotbah

Tema: “Berlomba Dengan Tekun
Ibrani 12:1-3
Oleh: Pdt. Irwan Hidajat

“Cara kita memandang hidup, akan mempengaruhi kehidupan itu sendiri.” Pernyataan ini memang benar, karena ternyata cara pandang kita akan hidup ini setidaknya akan berpengaruh pada dua hal: cara kita menjalaninya dan nilai-nilai yang kita anggap penting di dalamnya. Misalnya jika kita memandang hidup ibarat sebuah ”pesta”, maka nilai terpenting di dalam hidup adalah kesenangan.

 

Jika hidup dilihat seperti sebuah “sekolah”, maka setiap pengalaman dan peristiwa yang ada dipahami sebagai pembelajaran. Atau jika hidup tidak ubahnya laksana sebuah “sandiwara”, maka hidup dijalani sebagai sebuah skenario yang sudah digariskan oleh sang Sutradara, sementara manusia hanyalah lakon-lakon yang memerankan perannya masing-masing. Ya, metafora tentang kehidupan, tanpa sadar membentuk mindset (cara berpikir) dan mempengaruhi visi (cara pandang) hidup kita!

Kepada penerima surat Ibrani yang notabene adalah orang-orang Kristen yang karena imannya di dalam dan kepada Yesus Kristus, pernah mengalami banyak kesusahan, penderitaan dan bahkan penganiayaan, penulis surat ini mengirimkan suratnya untuk menguatkan mereka, agar dengan tekun menjalani kehidupan ini yang diibaratkannya sebagai sebuah “pertandingan” atau “perlombaan”. “Ketekunan” yang dimaksud di sini dipahami sebagai: sebuah kesabaran atau kegigihan untuk terus menerus mencoba mencapai tujuan, sekalipun menghadapi banyak kesukaran (Perseverance/persistence: the quality of continuing to try to achieve a particular aim despite difficulties). Dengan kata lain, penulis surat Ibrani hendak menyatakan bahwa: memang benar pertandingan kehidupan ini berat, dan karenanya dibutuhkan ketekunan – kegigihan untuk terus berjuang di tengah-tengah segala tantangan dan kesulitan yang ada – agar kita dapat melewati dan mengakhiri pertandingan itu dengan baik. Namun bagaimanakah caranya agar kita dapat terus berlomba dengan tekun dalam hidup ini?

1.    Ingat bahwa “perlombaan” ini dapat diselesaikan dan dimenangkan, serta sudah banyak orang yang menyelesaikannya dengan baik dan keluar sebagai pemenang

Dalam suratnya di pasal 11, penulis memaparkan bahasan perihal iman, serta saksi-saksi iman, yakni: orang-orang yang berhasil memenangkan pertandingan iman yang diwajibkan bagi mereka masing-masing (seperti Abraham, Musa, Gideon, Daud, dll).
Saksi-saksi iman ini telah melewati dan menyelesaikan pertandingan iman ini dan mereka semua telah menyelesaikannya dengan baik (menang)! Penulis surat, mengumpamakan para saksi iman ini seperti “awan yang mengelilingi kita”, yang memperhatikan dan menyaksikan kita, yang pada saat ini sedang berada dalam giliran untuk bertanding.
Setidaknya, saat dikatakan bahwa para saksi iman sedang menyaksikan kita yang saat ini sedang berada di dalam gelanggang pertandingan iman, maka hal itu membawa 2 (dua) implikasi penting:
•    Kita bukanlah satu-satunya orang yang bergumul dan sedang mengalami kondisi berat di dalam pertandingan ini.
•    Jika para saksi iman bisa dan telah memenangkan pertandingan iman mereka, maka hal itu berarti gelanggang pertandingan ini bisa (dan telah) dimenangkan, dan tentu saja kitapun juga bisa mengalami kemenangan itu (tinggal pilihan ada pada kita: keep fighting atau give up).
Maka jika penulis menegaskan bahwa pertandingan iman ini dapat dan telah dimenangkan (dan memang sudah banyak sekali saksi iman yang memenangkannya), seyogyanya hal ini akan semakin memacu kita untuk berlomba/berjuang dengan lebih tekun lagi di dalam pertandingan iman ini. Pilihan ada pada kita: to be a winner atau to be a looser? Mau bertanding atau menyerah kalah? Mau taat atau kompromi? Mau fokus percaya pada Tuhan atau mempercayai yang lain? Mau setia atau menyeleweng? Mau pakai jalan yang benar atau tempuh jalan pintas yang penuh dosa?

2.    Untuk dapat fokus bertanding, kita harus menanggalkan semua penghalang yang merintangi kita.

Sesuai dengan metafora bahwa hidup laksana “perlombaan”, maka setiap olahragawan yang bertanding harus menanggalkan pakaiannya sehari-hari dan mengenakan pakaian olah raganya, agar dapat dengan mudah dan berkonsentrasi dalam bertanding.

Demikian juga dalam pertandingan iman, penulis surat ini menegaskan bahwa segala beban dan dosa harus ditanggalkan dan ditinggalkan, agar tidak merintangi kita di dalam bertanding (bandingkan Lukas 21:34, Kolose 3:8, Yakobus 1:21, 1 Petrus 2:1). Beban atau dosa yang dimaksud dapat juga berupa: kebiasaan-kebiasaan lama, hal-hal yang kita sukai, hobby yang kita senangi, dll. Mari periksa hidup kita masing-masing, adakah hal-hal tersebut selama ini menghalangi Allah bekerja di dalam hidup kita dan memakai kita dalam rencanaNya? Apakah hal-hal ini justru yang membuat kita tidak bisa “berlari” dalam gelanggang perlombaan kita, sehingga hidup kita sebagai orang Kristen tidak ada ubahnya seperti saat pertama kali kita mengenal Tuhan?
3.    Agar dapat berlomba dengan tekun, kita harus tetap fokus memandang pada Kristus.

Betapa pentingnya fokus! Seorang olahragawan harus tetap fokus pada tujuannya, yakni: garis akhir yang ada di depannya. Jikalau ia tidak lagi fokus, menoleh ke kanan atau ke kiri, berpikir ini dan itu, maka hal itu akan membuat fokusnya menjadi kabur dan bukan mustahil justru akan semakin melemahkannya.

Demikian juga dengan nasehat penulis surat ini, dalam gelanggang pertandingan iman, penulis surat mengajak kita semua melakukannya dengan “mata yang senantiasa tertuju pada Yesus”. Mengapa demikian?
•    Karena Ia adalah sumber kekuatan kita.
•    Ia telah menunjukkan sebuah teladan iman yang indah saat Ia dicaci maki oleh manusia berdosa.
•    Ia akan menyempurnakan iman kita (the author and perfector of our faith) – bandingkan Ibrani 2:10-12.

Dalam perlombaan iman ini, kita harus melakukannya dengan mata yang memandang (berharap dan percaya) pada Yesus Kristus, niscaya Ia yang telah memulai segala sesuatunya dengan baik, Ia sendiri yang akan menyelesaikannya sampai pada akhirnya (Filipi 1:6).

– IH –

Menu Utama

Sedang Online

We have 402 guests and no members online