Tema : “Hidup Yang Arif”
1 Korintus 2:6-16
Oleh: Pdt. Lindawati Mismanto
Berbicara mengenai hidup yang arif, agaknya kita perlu bertanya terlebih dahulu apa tujuan hidup kita? Apa yang menggerakkan semua aktivitas hidup kita selama ini?. Saat anak-anak, saya berpikir bahwa orang yang diselamatkan berarti mati masuk surga. Semakin beranjak besar, saya mulai bertanya, mengapa Tuhan tidak segera menyelamatkan saya dan orang-orang yang saya kasihi dengan cara mengambilnya segera untuk masuk surga? Mengapa Tuhan membiarkan kita tetap hidup di dunia, yang diliputi banyak kesulitan dan kesedihan?.
Oh, mungkin jawabannya karena Tuhan mau menguji kesetiaan dan ketaatan kita. Jika demikian, apakah itu berarti kasih karunia Tuhan tidak cukup? Saya harus menunjukkan melalui perbuatan baik, barulah saya bisa mendapatkan keselamatan itu? Pasti bukan. Lantas apa? Setelah dewasa, saya mengerti bahwa pemahaman itu masih separuh. Ada sisi lain dari keselamatan yang jauh lebih besar, yang perlu kita mengerti. Saudara mau tahu?.
Untuk memudahkan mengerti, kita dapat membaca Hakim-hakim 6:24, “Lalu Gideon mendirikan mezbah di sana bagi TUHAN dan menamainya: TUHAN itu keselamatan….” LAI menggunakan kata “Tuhan itu keselamatan,” tetapi terjemahan aslinya : “Jehovah Shalom.” Kata shalom sering kita terjemahkan dengan “peace” atau “damai.” Jadi apa itu keselamatan? Ada istilah yang baik untuk menerjemahkan makna keselamatan yaitu berdamai dengan Allah.
Mengapa kita perlu berdamai dengan Allah?. Karena saya dan Anda tidak mungkin hidup tanpa Allah. Yang menciptakan kita adalah Allah. Yang memberikan nafas hidup kepada kita juga Allah. Allah pula yang memberikan kemampuan kepada kita. Lalu bagaimana mungkin kita bisa hidup tanpa Allah?.
Anda bisa membayangkan ada seorang anak marah dan tidak mau berhubungan dengan orangtuanya, tetapi ia tetap makan di rumah orangtua, ia tidur di kamar yang dibangun orangtua, ia menggunakan fasilitas kendaraan yang dibeli oleh kerja keras orangtua. Sama dengan sekelompok orang yang sangat bersemangat menyerukan anti asing, tetapi ia menulisnya di media-sosial produk Barat, makan di resto waralaba dari negeri Barat. Aneh, bukan?.
Itulah keadaan manusia, sebagaimana yang dilukiskan oleh Paulus. “Kamu mencari hikmat, tetapi kamu menolak hikmat Allah itu sendiri.” Kegenapan hikmat Allah ada di dalam Kristus, tetapi justru mereka membunuh Kristus. Salib adalah bukti hikmat Allah. Tetapi mereka menolak salib. Bagi orang Yahudi salib adalah batu sandungan, bagi orang Yunani salib adalah kebodohan. Maka hasilnya adalah kesia-siaan. Semua
Mengapa salib adalah hikmat Allah? Orang Yahudi mengerti bahwa salib adalah tanda penolakan atau murka Allah. Orang Yunani hanya menggunakan hukuman ini untuk penjahat besar. Lalu mengapa Yesus mati disalib? Inilah hikmat Allah yang besar.
Kristus menggantikan kita yang seharusnya ditolak Allah. Dia berada di sana untuk menunjukkan penerimaan Allah kepada kita! Inilah rahasia besar itu. Penolakan Allah oleh karena dosa kita digantikan oleh penerimaan di dalam Kristus oleh karena kasih Allah. Bahkan musuh-musuh Yesus yang disebut penguasa-penguasa dunia ini pun tidak mengerti. Andai mengerti, mereka tidak akan menyalibkan Yesus. “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang
mengasihi Dia” (1 Kor 2:9).
Semua dimulai dari cinta Allah. Cinta itu menanti respon kita. Dari sinilah perjalanan keselamatan kita dimulai. Keselamatan berarti pemulihan hubungan dengan Allah, untuk kemudian, Dia semakin nyata dalam hidup kita, karena kita semakin dekat dengan Dia. Paulus menegaskan sebuah identitas dan keadaan baru : “Kita tidak menerima roh dunia, tetapi roh yang berasal dari Allah, supaya kita tahu, apa yang dikaruniakan Allah kepada kita” (ayat 12).
Roh Allah akan membuat kita mengerti ada banyak berkat dan rencana istimewa yang Tuhan siapkan bagi kita. Mengapa? Karena kita anak-anak-Nya. Perlahan namun pasti, semua akan ditunjukkan kepada kita. Inilah luar biasanya keselamatan itu.
Tidaklah heran jika keselamatan ini membuahkan hidup yang arif. Hidup yang arif seperti apa? Kita bukan lagi hidup untuk mencapai sesuatu. Kalaupun untuk mencapai sesuatu, sesuatu itu adalah mewujudkan atau menggenapi rencana Allah. Betapa banyaknya orang yang hidup mengejar pengakuan melalui harta, kekuasaan, jabatan. Segala cara dilakukan, meski melukai orang lain. Padahal sesungguhnya harta dan kekuasaan hanyalah alat untuk mewujudkan panggilan Allah bagi dunia. Nilai hidup kita bukan ditentukan oleh seberapa kaya kita atau seberapa tinggi pangkat kita, tetapi oleh karena kasih-karunia Allah, yang kita terima di dalam Kristus.
Keselamatan adalah karya besar Allah bagi dunia. Sama seperti salib Yesus di Golgota menarik perhatian orang, mari kita periksa hidup kita : apakah telah menarik banyak orang?.
=LM=