“Hati Yang Menyimpang”
Mazmur 53:1-7
Oleh: Pdt. Anni P. Saleh
PEMBAHASAN
”Hati yang menyimpang” dalam Mazmur ini dinyatakan melalui pernyataan: Tidak ada Allah.
Walau tidak dilakukan dengan cara yang lugas, pemazmur membuat bantahan atas pernyataan tersebut.
Hal itu dapat kita jumpai melalui beberapa pernyataan yang ada di dalam Mazmur ini:
• Mazmur 53 terkategori sebagai Mazmur kenabian yang berisi pengajaran. Bentuknya menyerupai khotbah. Dengan menyertakan penjelasan bahwa Mazmur ini ditulis ”menurut lagu Mahalat”, pemazmur menyatakan bahwa Allah itu ada. Ia berdaulat menghakimi dan menghukum manusia.
• Mazmur 53 menyebut Allah dengan nama Elohim, yang artinya Allah yang maha tinggi dan benar. Nama Elohim digunakan bagi Allah saat Ia menciptakan langit, bumi dan isinya. Jadi, adanya bumi adalah salah satu ”saksi” bahwa Allah itu ada.
Allah berkuasa menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada, tetapi Ia sendiri tidak diciptakan. Ia berada pada Diri-Nya sendiri dan hal ini sulit dipahami oleh manusia. Tetapi Alkitab menyaksikan bahwa itulah Allah. Ia ada bukan karena diciptakan. Yohanes 5:26 menuliskan bahwa baik Bapa, maupun Anak mempunyai hidup di dalam diri-Nya sendiri.
• Mazmur 53 menyatakan, yang mengatakan Allah itu tidak ada adalah orang bebal. Istilah orang bebal itu sendiri menunjuk kepada manusia yang tidak bisa berpikir seperti manusia. Itu sebabnya ia tidak mencari Allah.
Mengapa manusia tidak mencari Allah? Secara umum penyebab utamanya adalah kejatuhan manusia ke dalam dosa. Memang, pada mulanya manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah dan hal itu berarti ia mampu berpikir, merasa dan menilai dengan benar. Ia bukan hanya mampu berelasi dengan Allah, tetapi ia tahu, merasakan dan mengalami relasi tersebut. Tetapi sebagaimana dicatat dalam Kejadian 2:17 dan 3:1-7, manusia memilih memakai kemampuan yang Allah berikan itu untuk menentang Allah. Manusia jatuh di dalam dosa karena melawan Allah. Sejak saat itu pikiran, perasaan dan kehendak manusia menjadi rusak.
Jika di dunia ini kemudian berkembang paham Atheis atau Atheisme, dari sudut pandang Anthropologi Alkitab paham itu tidak harus diperdebatkan, karena lahir dari kondisi manusia yang tidak mampu mengenal Allah dengan kemampuannya sendiri.
Mazmur 53 menyatakan bahwa Allah itu ada. Mazmur ini juga menyatakan mengapa ada manusia yang berkata ”Tidak ada Allah”. Tetapi pemazmur tidak hanya berhenti pada pernyataan-pernyataan tersebut. Pada bagian terakhir (ayat 7), pemazmur menuliskan bahwa ada pengharapan bagi manusia untuk keluar dari kondisi tersebut. Allah akan memulihkan hati manusia yang menyimpang, sehingga ia tidak bisa mengenal Allah. Sebuah pengharapan yang telah digenapi dan kita pahami. Bahwa Allah memberikan Juruselamat yang berkuasa memulihkan dan memperbaharui hati orang berdosa.
Hal lain yang penting kita waspadai adalah, bahwa seorang percaya bisa bersikap sebagai seorang Atheis praktis. Memang ia tidak menyangkali bahwa Allah ada, tetapi di dalam hidupnya ia tidak mencari Allah, ia tidak bertanya kepada Allah atas keputusan-keputusan yang akan diambilnya. Rasul Paulus dalam Roma 7:14 menjelaskan bahwa hal itu terjadi karena ”kita bersifat daging”. Pernyataan Paulus ini diungkapnya setelah ia menjadi orang percaya. Dengan demikian – sekali lagi – penting bagi kita bersikap waspada terhadap keinginan daging yang membuat kita bersikap seperti seorang atheis praktis.
Seperti Pemazmur, Paulus juga memberitahukan jalan keluar atas pergumulan tersebut. Roma 7:25 menuliskan oleh Yesus Kristus kita dapat mengatasi segala keinginan daging itu dan hidup di dalam ketaatan kepada Allah. Ketaatan adalah wujud dari pengakuan bahwa Allah itu ada.
PENERAPAN
Mazmur ini adalah salah satu potret kasih Allah terhadap manusia ciptaan-Nya. Ia menyediakan jalan keluar agar hati yang menyimpang dipulihkan. Agar pengakuan kita akan keberadaan Allah kita wujudkan melalui cara hidup yang bertaat kepada-Nya. Amin.
- APS –