Tema: “Jangan Menyendiri”
Amsal 18:1; 27:5-6; 27:17
Oleh: Ibu Mercy Matakupan
Pada dasarnya menyendiri untuk alasan yang positif adalah hal yang kita butuhkan. Kita butuh waktu untuk menenangkan diri, merenung dan mengevaluasi banyak hal. Yesus menyendiri untuk menikmati waktu berelasi dengan Allah Bapa-Nya. Yesus memisahkan diri dari kerumunan orang banyak dan dari murid-murid-Nya untuk berdoa seorang diri (Matius 14:23; Markus 1:35).
Ada beberapa alasan yang diberikan Alkitab supaya kita dapat memahami dari beberapa aspek.
I. Menyendiri untuk alasan yang benar:
a. Menenangkan diri – mengevaluasi diri sendiri.
b. Perjuangan diri karena tidak dipahami Orang sejamannya/ orang yang dilayani tidak mengerti pergumulan dan perjuangannya.
II. Menyendiri atau menarik diri untuk alasan yang salah:
a. Merasa tidak ada yang peduli.
b. Melihat kekurangan diri. Ia merasa tidak sehebat orang lain, tidak sekaya atau secantik orang lain.
d. Melihat kekurangan orang lain. Menemukan banyak kekurangan dan kesalahan saudara seiman sehingga ia menarik diri dari gereja dan pelayanan.
e. Harapan yang tidak tercapai. Mungkin sekali ia berharap untuk diperhatikan, ditolong, dimengerti dan ia tidak mendapatkannya.
f. Rasa malu dan bersalah. Menarik diri dari persekutuan agar tidak menjadi pembicaraan orang lain.
g. “Keletihan” dalam pelayanan. Seperti yang dialami nabi Elia (1 Raja 19:9-14). Hal ini mungkin sekali terjadi pada orang-orang yang sangat aktif melayani. Mereka yang sudah “all out” untuk pekerjaan Tuhan, sehingga tanpa disadari mereka bisa merasa letih dan menghitung pengorbannya.
Amsal 18:1 mengingatkan kita, kaitan yang sangat erat orang yang menyendiri – karena mencari keinginannya. Harapan dan keinginan yang tidak tercapai membuat amarahnya meledak sehingga ia tidak bisa menerima masukan dari siapapun. Ia merasa sudah tahu banyak hal dan tidak butuh nasehat. Hal ini sangat mungkin sekali terjadi dalam gereja.
Dalam Yakobus 4:1-2 membicarakan mengenai pergumulan dan konflik orang percaya dalam lingkungan saudara seiman. Penyebab yang utama bukan dari luar tetapi dari dalam diri mereka sendiri yaitu “hawa nafsu yang berjuang dalam tubuhmu, kamu mengingini sesuatu tetapi kamu tidak memperolehnya”. Musuh yang terbesar yang perlu ditaklukkan bukanlah orang lain tetapi ego dan keinginan hati kita. Sebab setelah kita jatuh dalam dosa, secara natural kita mudah kecanduan untuk mencintai diri sendiri lebih dari Tuhan atau sesama.
Konflik yang membuat kita menarik diri dari persekutuan seringkali Tuhan ijinkan untuk membentuk karakter kita. Berkat dari “Konlik yang Kudus” adalah Berkat di dalam “Konflik yang Kudus” yaitu:
1. Tuhan menyingkapkan berhala dalam hati kita. Sejujurnya Apa yang kita perjuangankan habis-habisan ketika kita menyendiri?.
2. Memahami arti hidup dalam Kasih Karunia. Kita adalah kumpulan orang-orang yang diterima hanya karena diampuni Tuhan. Jangan sampai kita melupakan bahwa dimata Tuhan kita tidak lebih baik dari orang lain. Bukankah selayaknya kita memberi ruang bagi sesama kita untuk berproses dan dibentuk Tuhan.
3. Kita perlu mengenal diri kita dari sudut pandang orang lain. Belajar memiliki hati luas, rendah hati untuk menerima masukan bahkan teguran dari orang lain.
4. Menghidupi Firman Tuhan dan menikmati pertolongan-Nya. Belajar menyangkal diri, mengutamakan orang lain lebih dari diri bahkan melepaskan pengampunan.
=MM=